Parigi Moutong, HALOSulteng – Halo, Tabea (salam hormat) semuanya, jika berkunjung ke Desa Tinombo, Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, tepatnya di dusun III atau yang diberi nama dusun tiga Tadulako, ada beberapa bangunan tua yang memiliki kisah sejarah. Bahkan, salah satunya mungkin sudah banyak dikenal yakni situs cagar budaya Istana Raja Moutong atau yang lebih familiar disebut rumah kerajaan yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.
Namun, dalam tulisan ini saya tidak ingin membahas itu karena mungkin sudah banyak literatur yang menerangkan akan keberadaan bangunan yang telah menjadi situs cagar budaya nasional tersebut, saya ingin menulis tentang sebuah bangunan tua yang memiliki cerita tersendiri bagi warga desa Tinombo dan sekitarnya, mengingat masih minimnya literatur terkait bangunan ini, maka saya mencoba mendokumentasikan lewat tulisan sederhana ini.
Bangunan tua itu bernama Tutupa yang konon dalam penuturan warga lokal lebih dikenal dengan makna Penjara. Sehingga komplek dimana letak bangunan ini berdiri yaitu tepatnya di Jalan Dg. Malino dusun III desa Tinombo dikenal dengan nama komplek Tutupa.
Tak ada yang tahu pasti kapan bangunan ini dibuat. Konon, Tutupa sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Kata orang-orang tua, dulu tempat ini digunakan sebagai penjara lokal, memisahkan antara tahanan laki-laki dan perempuan. Namun, semua itu hanya tinggal cerita dari mulut ke mulut. Tak ada dokumen resmi. Bahkan Om Google dan Mbak Meta pun saya suruh mencari literaturnya seolah menyerah mencarinya.
Bangunannya sederhana. Dinding tua yang masih kokoh dengan lapisan cat yang mulai luntur, pintunya kayu tebal yang kini terkunci dalam sunyi, dan suasana yang membuat siapa saja yang melewatinya merasa sedang diawasi oleh mata masa lalu. Bahkan, ada yang percaya tempat ini angker, dari penuturan sebagian warga, konon pernah melihat sosok penampakan makhluk halus dan semacamnya di sekitar situ, namun menurut hemat saya hal itu bukanlah sesuatu yang bikin penasaran. Hal penasarannya menurut saya adalah kejadian apa sebenarnya yang pernah terjadi di balik dinding kayu bangunan Penjara Tua ini pada masa silam.
Tak seperti bangunan bersejarah yang biasanya dipelihara dan dipamerkan, Tutupa berdiri tanpa keterangan resmi, saya belum menemukan catatan pasti dari pemerintah atau arsip sejarah tentang bangunan penjara tua ini, bahkan saya tidak melihat adanya prasasti di sekitar bangunan ini. Namun, keberadaan Penjara Tua ini nyata dan masih berdiri hingga hari ini, dan ini bukan mitos, bukan cerita hantu, melainkan jejak nyata dari masa lalu yang masih utuh menyapa setiap orang yang mau mendekat dan bertanya.
Cerita tentang Penjara Tua ini hidup dari cerita mulut ke mulut, dari generasi ke generasi oleh warga setempat, dimana bangunan ini dipercaya berasal dari masa penjajahan Belanda. Konon, dulunya digunakan sebagai penjara lokal. Tidak besar, tapi cukup untuk memisahkan tahanan laki-laki dan perempuan, Tapi siapa yang ditahan, mengapa mereka ditahan, atau bagaimana nasib mereka setelah keluar dari penjara ini, semuanya menguap dalam diam. Tak ada arsip. Hanya kenangan samar yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Karena tidak ada literatur tertulis, seluruh kisah tentang Tutupa (Penjara Tua) ini hanya bisa ditemukan lewat lisan dari para sesepuh, dari ingatan yang terus dijaga dengan penuh hormat. Inilah yang membuat Tutupa begitu unik sekaligus misterius. Ia tidak hidup dalam buku, tetapi dalam benak masyarakat desa yang masih memelihara ingatan kolektifnya.
Lantas pertanyaan selanjutnya, sampai kapan Tutupa akan terus dibiarkan berdiri dalam diam ? Sudah saatnya Tutupa diberi tempat dalam peta sejarah lokal. Masyarakat dan generasi muda Tinombo berhak tahu bahwa desa ini pernah menjadi bagian dari dinamika sejarah bangsa. Pemerintah desa, tokoh adat, dan pegiat budaya bisa menjadikan Tutupa sebagai lokasi edukasi sejarah, bahkan sebagai ikon wisata budaya desa.
Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Bumi Manusia pernah berkata“Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri, tanah airnya sendiri, gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri.” Kutipan itu saya maknai bahwa sebagai anak daerah kesadaran akan pentingnya sejarah daerah kita sendiri harus mulai ditumbuhkan, memahami dan menjaga cerita sejarah daerah kita sendiri akan menjadikan kita memiliki kompas yang benar dalam menuju masa depan.
Sejarah yang tidak diceritakan, lama-lama akan menghilang. Dan cerita tentang bangunan Tutupa, seharusnya tidak boleh kita biarkan hilang tak bermakna.
Oleh : FADEL, S.P.
(Pegiat Literasi desa Tinombo)