Parigi Moutong, HALOSulteng – Operator Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS–NG) Desa Bambasiang, Stevanus Takupulu mengaku belum mendapatkan kepastian dari Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong terkait jaminan kesehatan.
Pasalnya, sebagai operator SIKS-NG yang bertugas menginput dan memperbarui data kemiskinan di desa justru dirinya dikeluarkan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial digunakan sebagai acuan untuk penentuan penerima bantuan sosial, dan termasuk jaminan kesehatan. Dengan demikian, seseorang yang terdaftar di DTKS dapat berpotensi mendapatkan jaminan kesehatan, tergantung pada kriteria dan syarat yang ditentukan oleh pemerintah.
Menurut Stevanus, operator SIKS-NG tidak bisa masuk dalam DTKS karena tidak memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan sosial berdasarkan Permensos Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.
“Itu sebenarnya sesuai Peraturan Mensos, memang dijelaskan semua penerima insentif dari negara tidak bisa masuk dalam DTKS, karena kami sebagai operator SIKS-NG itu menerima insentif dari desa. Dalam artian ditanggung oleh negara,” ujarnya.
Sejak September 2024, Stevanus mengatakan seluruh operator SIKS-NG di Kabupaten Parigi Moutong di ‘kick’ dari DTKS.
“Per September 2024. Semua kami (operator) yang tercatat di usernya aplikasi SIKS NG langsung dengan sendirinya di blokir. Dikeluarkan dari DTKS. Operator Sekabupaten Parigi Moutong,” kata Stevanus.
Sayangnya, pasca namanya keluar dari DTKS pada 6 bulan lalu, ia menyatakan belum menerima solusi dari pemerintah daerah sekaitan pengalihan jaminan kesehatan jika operator SIKS-NG dilarang masuk di DTKS.
Naasnya, bukan hanya Stevanus yang dikeluarkan dari DTKS, melainkan juga anggota keluarga dalam Kartu Keluarga (KK). Ia menginginkan jika peraturan itu berimbas terhadap anggota keluarga operator SIKS-NG dihilangkan dari DTKS seharusnya Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong memberikan opsi lain terkait jaminan kesehatan untuk operator SIKS-NG dan keluarganya.
“Jadi bukan hanya pribadi kami operator SIKS-NG saja. Tapi sekeluarga terdampak. Misalnya seperti saya dalam rumah 4 orang. Saya, istri, dan 2 anak. Maka satu keluarga itu termasuk saya pribadi itu langsung dikeluarkan dari DTKS. Sekeluarga,” tuturnya.
Selain itu, Stevanus menerangkan, bagi operator SIKS-NG yang belum menikah atau masih tergabung dalam KK orang tua, maka secara langsung orang tua operator SIKS-NG tersebut ikut dikeluarkan dari DTKS.
“Meskipun orang tuanya operator SIKS-NG sering masuk rumah sakit karena faktor usia maupun menghidap penyakit tertentu, tetap orang tuanya juga dikeluarkan dari DTKS,” terangnya.
Ia juga menyebutkan salah satu pejabat struktural di Dinas Sosial Kabupaten Parigi Moutong, sempat mengumpulkan kartu keluarga operator SIKS-NG. Kemudian, kartu keluarga itu akan diajukan kepada Pj Bupati Parigi Moutong agar operator SIKS-NG diberikan alternatif terkait jaminan kesehatan.
Meskipun begitu, Stevanus mengaku sampai sekarang operator SIKS-NG Sekabupaten Parigi Moutong belum mendapatkan kejelasan mengenai tindaklanjut dari pengumpulan kartu keluarga tersebut.
“Sampai saat ini saya pribadi belum mengetahui apakah sudah ada tindaklanjut dari bupati untuk kami memperoleh jaminan kesehatan,” tuturnya.
Padahal, kata Stevanus, semua operator SIKS-NG menerima SK dari Bupati Parigi Moutong. Namun, ia mempertanyakan mengapa insentif operator SIKS-NG dibebankan kepada pemerintah desa tempat operator SIKS-NG bekerja.
Jika suatu saat dirinya diharuskan mendapatkan perawatan di rumah sakit tertentu, maka Stevanus menilai standar insentif operator SIKS-NG yang berasal dari pemerintah desa sejumlah ratusan ribu rupiah tidak dapat mencukupi biaya perawatan di rumah sakit. Terlebih lagi, masih terdapat kebutuhan rumah tangga yang perlu terpenuhi.
“Nah, saya tidak bisa menjamin kalau saya sakit dan masuk rumah sakit kemudian beban perawatan di rumah sakit dengan memakai insentif Rp 600.000 ribu. Terus belanja kebutuhan rumah tangga, apalagi saya pasti tidak akan bisa bekerja untuk mencari nafkah dalam keadaan sakit. Itu tidak mencukupi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Stevanus turut mewakili operator SIKS-NG Sekabupaten Parigi Moutong mengharapkan Pj Bupati Parigi Moutong memperhatikan jaminan kesehatan operator SIKS-NG serta anggota keluarganya.
Apalagi lagi, regulasi yang mengharuskan operator SIKS-NG dikeluarkan dari DTKS, berimbas kepada anggota keluarga yang juga dihapus dalam DTKS.
“Saya mewakili operator SIKS NG Sekabupaten Parigi Moutong ingin memohon bantuan khususnya kepada PJ Bupati Parigi Moutong sebagai pemegang kebijakan untuk memperhatikan nasib jaminan kesehatan kami para operator SIKS-NG supaya ketika kami sakit ada jaminannya, kami tidak lagi pusing bagaimana pembayaran di rumah sakit tapi ini bukan hanya menyangkut pemegang user SIKS-NG, tetapi menyangkut seluruh anggota keluarga itu dikeluarkan dari DTKS,” pungkasnya.
Baca juga : Kapolda Ikut Panen Jagung Serentak di Donggala