HALO Lauje

Tambassu Sili : Hukum Adat untuk Pencemaran Nama Baik

×

Tambassu Sili : Hukum Adat untuk Pencemaran Nama Baik

Sebarkan artikel ini
whatsapp image 2025 02 23 at 21.10.01

Parigi Moutong, HALOSulteng Hukum adat Indonesia memang sangat prinsipil, karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap-tiap daerah. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas dibidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat.

Dikutip dari Yeheskel Wessy, menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut.

Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menyatakan bahwa;14 Pasal 1 Ayat (33) “Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun, bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Tambassu Sili Hukum Adat Tentang Penuntutan Pencamaran Nama Baik

Tambassu Sili merupakan suatu proses penyelesaian perselisihan seseorang menuntut nama baik secara hukum adat. Tambassu Sili terbagi dari dua kata bahasa Lauje Tambas berarti “membersihkan” sedangkan sili adalah “malu”. Maka jika digabungkan kedua kata itu Tambassu Sili memiliki makna membersihkan malu.

Kerapkali Tambassu Sili dilakukan ketika terjadi  pencemaran nama baik . Pun seseorang mendapatkan fitnah. Hukum adat ini berlaku terhadap masyarakat adat Lauje.

Menariknya, dalam proses penyelesaian masalah dalam Tambassu Sili, denda adat akan ditentukan oleh pihak korban bahkan  pemangku adat sekalipun tidak bisa mengambil keputusan, sehingga denda adat tidak memiliki batasan nominal. Sebab, denda adat ini dianggap lunas jika korban telah merasa cukup dengan permintaanya terhadap pelaku pencemaran nama baik.

Tokoh Masyarakat Desa Ulatan, Ramli mengatakan denda adat Tambassu Sili dapat dilunasi dengan barang seperti piring bahkan uang tunai.

“Misalnya kalau masyarakat Lauje di gunung bilang sala dompulu yang berarti 2 buah piring, kalau diuangkan Rp 20 ribu,” tuturnya.

Namun, nilai 2 buah pirig saat itu cukup mahal. Tentunya berbeda dengan harga di pasaran seperti sekarang. Kala itu, masyarakat adat Lauje di pegunungan  menggunakan tempurung sebagai piring, sehingga piring memiliki nilai yang cukup tinggi, maka piring menjadi salah satu barang untuk melunasi denda Tambassu Sili.

“Kalau dulu piring susah dibeli. Karena dulu neneknya torang (kami) makan di tempurung,” tutur Ramli.

Menurutnya, denda adat Tambassu Sili tidak mengikat dalam bentuk barang. Bahkan, pelunasan Tambassu Sili bisa menggunakan uang tunai. Tetapi, tidak terdapat nominal tertentu.

Sebab, permasalahan terkait pencemaran nama baik dianggap selesai apabila pelaku telah memenuhi permintaan denda sesuai keinginan dari korban.

“Jadi disesuaikan dengan kemauan dari pihak korban, kalau dia bilang Rp 20 juta, maka harus sesuai itu,” kata Ramli.

Ramli menerangkan, jauh sebelum masyarakat adat Lauje akrab dengan hukum positif seperti sekarang, hukum adat begitu ditakuti sehingga setiap perilaku orang di atur oleh hukum adat.

Ia menilai sesungguhnya hukum adat lebih tajam daripada hukum positif.

Senada dengan itu, Ketua Lembaga Adat Desa Ulatan, Sabdan P Lauan mengatakan, pelunasan terhadap denda adat Tambassu Sili saat ini berupa uang tunai. Tetapi, tidak memiliki batasan nominal.

“Jadi untuk jumlah uang berapa itu tidak ditentukan karena tergantung korban kalau sudah merasa cukup dengan bayaran denda, maka urusan selesai,” ujarnya.

Selain piring, denda adat dalam Tambassu Sili bisa dilunasi dengan kain putih sepanjang 40 meter atau penyebutan bahasa Lauje : Sangkayu Kain Memeas.

Ia mengaku sempat mengurus antara kedua belah pihak yang berselisih akibat pencemaran nama baik dengan cara Tambassu Sili.

“Seingat saya pernah warga Eeya dan Ulatan di pegunungan diurus di kampung karena persoalan pencemaran nama baik,” ucapnya.

Dalam kesepakatan, korban menginginkan agar pelaku di denda adat dengan memberikan uang, maka korban merasa cukup saat pelaku membayar denda uang tunai sebesar Rp 5.000.000 juta.

Nah, sesungguhnya pelanggaran adat yang bermuara pada penjatuhan denda adat memiliki fungsi untuk mengadili pelanggar agar jera dan menjadi lebih baik.

Pencemaran Nama Baik di Facebook dapat Masuk dalam Tambassu Sili 

Tidak sedikit masalah pencemaran nama baik terjadi pada media sosial (Sosmed). Facebook menjadi wadah bagi penggunanya untuk menyampaikan ekspresi melalui status atau linimasa.

Saling singgung hingga pencemaran nama baik tak terhindarkan, bahkan beberapa diantaranya harus berurusan di kantor desa hingga di kepolisian.

Sekaitan hal ini, Ramli berpendapat bahwa seseorang yang mengalami pencemaran nama baik di Facebook, dapat melakukan upaya penyelesaian hukum adat Tambassu Sili.

“Iya, pencemaran nama baik di Facebook juga bisa masuk, karena tertulis nama yang padahal tuduhan itu tidak benar,” ucapnya.

Dewasa ini, eksistensi hukum adat mulai tergerus akibat perkembangan zaman. Meskipun begitu, hukum adat masih dilakukan oleh masyarakat adat Lauje yang bermukim di pegunungan.

Kiranya para tetua adat perlu menyepakati secara seksama sekaitann hukum adat dengan menyesuaikan dengan berkembang zaman. Dengan begitu, terdapat sebuah konsensus yang dapat dilaksanakan secara menyeluruh dalam proses hukum adat masyarakat Lauje.

 

ezgif.com apng maker (11)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *