Parigi Moutong, HALOSulteng — Aktivitas pertambangan emas ilegal di Desa Karya Mandiri, Kecamatan Ongka Malino, Kabupaten Parigi Moutong, terus berlangsung tanpa hambatan. Meski telah berulang kali mendapat peringatan dari aparat penegak hukum, hingga kini tiga unit alat berat jenis excavator masih bebas mengeruk perut bumi desa tersebut.
Ironisnya, larangan keras dari pihak kepolisian yang telah memasang spanduk berisi ancaman pidana sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tampak tidak memiliki daya gentar. Bahkan, imbauan langsung dari Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid, untuk menghentikan kegiatan ilegal itu pun tampaknya tidak digubris.
Wakil Bupati sebelumnya telah turun langsung ke lokasi dan meminta agar aktivitas ilegal dihentikan. Namun hanya berselang beberapa hari, ekskavator kembali masuk ke area tambang.
Menurut Kades, informasi terbaru dari salah satu pengelola berinisial GS menyebutkan bahwa saat ini ada tiga unit excavator aktif di lapangan. NR mengaku telah berkali-kali menyampaikan permintaan penghentian kegiatan tambang kepada para pengelola, namun tidak diindahkan.
“Sy tanya sama yg namanya GS katanya ada tiga alat, enta mereka berbohong sama sy itu, d sampai kan wabub d steril kan sampai wpr ada dan sy sdh berulang bilang tolong d hentikan, mereka kasih turun tapi tiga hari ini ada lagi, pak,” beber NR kepada wartawan.
Dibalik Ekskavator: Terungkap Dugaan “Setoran” dan Aliran Dana Tambang
Tim media ini melakukan penelusuran dan menemukan indikasi kuat bahwa aktivitas pertambangan ilegal ini tetap hidup karena adanya sistem “bagi-bagi hasil” yang rapi dan sistematis.
Salah satu warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa setiap alat berat yang masuk dikenai biaya awal sebesar Rp5 juta. Uang itu, menurut pengakuannya, dikumpulkan oleh seseorang berinisial R yang berperan sebagai “juru bagi”. Tak hanya itu, ada pula dugaan pembagian hasil tambang bulanan kepada sejumlah pihak, termasuk tokoh-tokoh berpengaruh di desa.
Lebih jauh, aliran dana tambang ini diduga juga menyentuh perangkat desa. Saat dimintai konfirmasi soal dugaan dirinya menerima bagian dari hasil tambang, Kades NR memilih irit bicara. Ia menyarankan wartawan untuk datang langsung ke desa agar tidak terjadi salah tafsir.
“Datang ke desa saja, Pak. Tidak usah lewat ini, nanti salah kata, salah ucap, jadi keliru. Datang langsung supaya tahu jelasnya, benar atau tidak,” ujar NR.