Parigi Moutong, HALOSulteng – Kepolisian Sektor (Polsek) Tomini memfasilitasi pertemuan antar pihak Puskesmas Palasa dan Sutrisno sebagai perwakilan keluarga almarhum Asalin Andiana yang merupakan Kepala Desa (Kades) Palasa Tengah atas insiden yang terjadi di Puskesmas Palasa pada Selasa (24/12/2024).
Sebagaimana dalam pemberitaan sebelumnya berjudul : Diduga Penanganan Lamban, Keluarga Pasien Mengamuk di Puskesmas Palasa
Kapolsek Palasa, AKP Ahsan mengatakan pertemuan ini merupakan bentuk silahturahmi antara pihak Puskesmas Palasa dan keluarga almarhum untuk menyelesaikan masalah yang sempat terjadi di Puskesmas Palasa.
“Jadi ini bukan mediasi yah tapi silahturahmi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi kemarin di Puskesmas Palasa sehingga tidak berlarut-larut,” ujar AKP Ahsan saat membuka pertemuan di ruangnya, Kamis (26/12/2024).
Ia juga menyebutkan, pertemuan ini berdasarkan usulan dari Babinsa Desa Palasa Tengah, Brigpol Hendra Nyoman. Diharapkan pertemuan ini bisa mendamaikan antara kedua belah pihak.
Sementara itu, Kepala Puskesmas (Kapus) Palasa, Sitti Aisya mengatakan pihaknya telah berupaya untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat ketika di rawat di Puskesmas Palasa.
Ia mengaku kejadian di Puskesmas Palasa bukan atas kemauan pihak Puskesmas Palasa, sebab pihaknya memiliki keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) dan setiap perawat mengikuti penetapan jadwal terhadap tenaga kesehatan yang berdinas.
“Kalau seandainya terjadi sesuatu seperti kemarin itu bukan kami punya kemauan. Pertama kita punya SDM tenaga kesehatan tidak banyak. Kita bikin jadwal sesuai tupoksi. Kita tidak mungkin bikin jadwal teman-teman tidak istrahat,” ucap Sitti Aisya.
Menurutnya, keributan yang terjadi di Puskesmas Palasa bukan karena lambannya penanganan yang dilakukan oleh pihaknya, tetapi karena salah satu perawat yang saat itu sedang melakukan penanganan terhadap pasien lain karena membutuhkan O2.
“Kemarin masyarakat mengamuk padahal ada pasien yang gawat darurat juga yang butuh pelayanan. Saya mendapat informasi ada pasien yang hipertensi dan pasien itu membutuhkan O2,” tuturnya.
Sitti Aisya menyatakan seharusnya keluarga pasien tidak membuat keributan di lingkungan Puskesmas Palasa, sehingga dirinya meminta agar saling memahami karena keterbatasan tenaga kesehatan.
Meskipun, pasien yang datang ke Puskesmas Palasa, baik yang memiliki uang maupun tidak dan terdaftar ataupun tidak dalam DTKS, Sitti Aisya memastikan Puskemas Palasa tetap melakukan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
“Kami pak orang yang datang ke puskesmas mau orang yang punya uang dan tidak punya uang kita layani dengan baik. Mau terdata di DTKS dan tidak kita tetap layani dia,” kata Sitti Aisya.
Ia juga memohon kepada masyarakat kiranya peristiwa seperti ini tidak terulang kembali di Puskesmas Palasa.
“Tetapi kami memohon kepada masyarakat hal seperti ini kedepannya tidak terjadi,” ucapnya.
Sitti Aisya mengharapkan keributan yang terjadi belum lama ini menjadi yang terakhir. Ia kembali menandaskan akan tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat namun Sitti Aisya meminta agar masyarakat tidak datang dengan arogan ke Puskesmas Palasa karena akan menimbulkan trauma kepada tenaga kesehatan dan pasien akan merasa terganngu.
Berdasarkan informasi dari dr. Inyoman Roslesmana yang saat itu menangani almarhum mengaku telah melakukan upaya penyelamatan.
“Pak dokter menyampaikan kepada saya dia sudah melakukan semua tahapan untuk membantu almarhum,” terang Sitti Aisya.
Ia menjelaskan sekaitan jumlah perawat yang harus melakukan dinas, pihaknya perlu menyesuaikan dengan tupoksi SDM yang tersedia di Puskesmas Palasa.
Lebih lanjut, Sitti Aisya meminta maaf kepada perawat maupun dokter karena saat keributan terjadi dirinya tidak berada di Puskesmas Palasa.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga almarhum apabila pelayanan yang dilakukan kurag maksimal, tetapi pihaknya berupaya melakukan yang terbaik.
“Saya juga mewakili teman-teman di puskesmas, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kalau seandainya kemarin yang kami lakukan tidak maksimal kepada bapak ibu sekalian, kami memohon maaf, tetapi pada prinsipnya kami sudah melakukan yang sebaik-baiknya,” pungkasnya.
Dokter Umum, dr. Inyoman Roslesmana menambahkan dalam melakukan penanganan pasien darurat, pihaknya menggunakan system triase yang merupakan proses untuk menentukan prioritas pasien yang akan mendapatkan perawatan medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Kita menangani IGD itu ada yang namanya system triase. Triase itu dibagi menjadi empat warna, triase hitam, triase merah, triase kuning, dan triase hijau. Dimana triase merah adalah pasien yang mengancam jiwa, jadi dia masih hidup masih ada tanda vitalnya masih baik, tapi kalau tidak ditangani segera dia bias meninggal. Kemudain treiase kuning itu tengah-tengah ada kegawatan perlu ditangi tapi tidak darurat, kemudian yang hijau ini dia btidak ada tanda-tanda gawat darurat. Nah, yang hitam terakhir ini sebenarnya ang tidak bias di tolong,” jelasnya.
Ia menerangkan bahwa system triase adalah penilaian cepat terhadap pasien. Oleh karena itu, perawat saat itu melakukan penanganan terlebih dahulu kepada pasien yang termasuk dalam triase merah.
Menurut dr. Inyoman Roslesmana salah satu pasien kategori triase merah saturasi oksige mencapai 89 persen karena pasien tersebut mengalami sesak nafas sehingga diperlukan penanganan segesar karena mengancam nyawa pasien itu. Sedangkan alhmarhum ketika itu, dr. Inyoman Roslesmana menjelaskan telah masuk dalam triase hitam,
“Sementara pasien yang sementara mereka tangani adalah pasien yang triase merah. Saturasi oksigennya itu 89, dia sesak sekali kalau tidak segera ditangani dia gagal nafas, setelah itu almarhum datang diangkat oleh keluarga pasien yang lain ke IGD mereka menilai bahwa itu sudah triase hitam. Jadi mereka menyelesaikan yang merah dulu baru almarhum,” jelasnya.
Bahkan, sesampainya di Puskesmas Palasa, ia menilai bahwa alhamrum ketika dibawa ke Puskesmas Palasa telah masuk triase hitam.
“Saya pun setelah sampai di Puskesmas menilai bahwa almarhum telah masuk dalam triase hitam, sudah tidak ada detak jantungnya, tensinya tidak terukur dan matanya sudah mulai membesar . Seharusnya memang kalau triase hitam secara medis tidak perlu ditangani karena tidak ada kemungkinan untuk kembali,” terang dr. Inyoman Roslesmana.
Meskipun demikian, dr. Inyoman Roslesmana tetap melakukan penanganan medis terhadap almarhum berharap adanya keajaiban, tetapi setelah melakukan resistansi jantung paruh namun detak jantungnya tidak kembali.
“Saya datang karena saya kenal dengan pribadinya beliau saya tetap ada dalam hati rasa ingin siapa tau ada keajaiban saya tetap melakukan resistansi jantung paruh selama lima siklus tetapi selama siklus tapi jantungnya tidak kembali dan akhirnya almarhum saya nyatakan meninggal pada saat itu,” tandasnya.
Pihak keluarga almarhum, Sutrisno juga turut memohon maaf atas kejadian di Puskesmas Palasa, karena sahutan dari salah satu pihak Puskesmas Palasa menjadi pemicu keributan.
“Saya juga memohon maaf atas keributan yang terjadi di Puskesmas Palasa, karena dalam keadaan panik kemudian ada sahutan dari pihak Puskesmas Palasa sehingga terpancing emosi,” ucapnya.
Ia juga mengharapkan, hal ini menjadi evaluasi bagi Puskesmas Palasa untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
Baca juga : Enam Orang Pendaki Tersesat di Gunung Ponteoa Morowali Utara Ditemukan Oleh Tim SAR