Jakarta, HALOSulteng – Deretan kasus perundungan di dunia pendidikan kembali menyayat hati. Di tengah derasnya arus digital dan tekanan sosial di kalangan pelajar, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyerukan langkah sederhana namun bermakna menghidupkan kembali pelajaran budi pekerti di sekolah.
“Dalam berbagai diskusi yang saya usulkan, edukasi kepada anak-anak untuk tidak melakukan tindakan tersebut dan pelajaran budi pekerti seperti zaman saya kecil dulu harus digalakkan kembali,” ujar Lestari Moerdijat dikutit dari AntaraNews, Jakarta, Sabtu (25/10/2025).
Menurutnya, persoalan perundungan bukanlah hal baru. Fenomena ini sudah lama membayangi ruang-ruang kelas, hanya saja kini semakin terlihat jelas karena ekspos media sosial.
“Kejadian perundungan di bangku sekolah sudah berlangsung lama. Ini harus ditangani dengan serius agar tidak lagi memakan korban,” tegasnya.
Anak Lemah, Korban yang Terabaikan
Lestari menyoroti bahwa pelaku perundungan seringkali menyasar anak-anak yang dianggap “lemah” — baik karena sifatnya pendiam, penampilan berbeda, atau latar sosial yang kurang mendukung. Ia menilai, tenaga pendidik harus hadir bukan sekadar sebagai pengajar, tetapi juga pelindung.
“Kalau kita pelajari, tipikal anak yang dibully itu hampir semua sama mulai dari SD, SMP, hingga SMA. Nah, kepada kelompok inilah saya berharap pemerintah dan pihak sekolah memberikan perhatian lebih,” ujarnya.
Menurutnya, sekolah seharusnya menjadi ruang aman bagi semua anak. Memberikan tempat untuk mengadu, mendengar keluh kesah, dan menguatkan mental korban adalah langkah awal menghentikan siklus perundungan.
“Saya rasa harus ada intervensi, bukan hanya kepada anak didik saja, tetapi juga metode penguatan kepada korban agar berani melawan atau keluar dari perundungan tersebut,” tambahnya.
Tragedi Timothy dan Luka Kolektif
Seruan Lestari datang di tengah duka atas meninggalnya Timothy Anugerah Saputra (22), mahasiswa Sosiologi Universitas Udayana, Bali, yang diduga mengakhiri hidupnya akibat tekanan psikologis dari perundungan teman-temannya.
Kasus ini memicu gelombang simpati dan kemarahan publik setelah beredar tangkapan layar percakapan grup WhatsApp yang memperlihatkan Timothy kerap dijadikan bahan ejekan. Ironisnya, setelah tragedi itu, masih ada mahasiswa yang melecehkan kematiannya di media sosial — memperlihatkan betapa rendahnya empati di sebagian kalangan muda.
Pelajaran Budi Pekerti, Jawaban Lama untuk Masalah Baru
Bagi Lestari, jawaban untuk menghentikan perundungan bukan semata pada hukuman atau aturan baru, melainkan pada pemulihan moral dan karakter.
Pelajaran budi pekerti yang dulu menjadi dasar pembentukan sikap dan empati anak, kini nyaris hilang dari kurikulum.
Padahal, nilai-nilai sederhana seperti sopan santun, menghormati teman, dan empati sosial bisa menjadi benteng melawan kekerasan verbal dan sosial di sekolah.
“Bangsa ini butuh lebih banyak ruang belajar yang menumbuhkan rasa hormat, bukan hanya kecerdasan. Kita tidak bisa membiarkan anak-anak tumbuh dengan hati yang keras di dunia yang dingin,” pungkas Lestari.***
Baca juga : Kemendes dan Kemkomdigi Perkuat Koneksi Internet untuk Percepatan Pembangunan Desa







Respon (1)