Parigi Moutong, HALOSulteng – Pekerjaan pembangunan tanggul pengaman pantai di Dusun 2, Desa Ulatan, Kecamatan Palasa, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) mendapat sorotan dari warga setempat. Proyek senilai Rp 1.637.697.100 ini dikerjakan oleh CV Trini Karya Perdana berdasarkan kontrak nomor 04/SP/PSDA.BPP.WSLDKK-SPDAB/CIKASDA/2025, dengan waktu pelaksanaan 120 hari dan panjang bangunan 270 meter.
Sejumlah warga pesisir mengeluhkan adanya kekurangan pada fisik bangunan, terutama pada bagian kaki beton tanggul yang terlihat berada di permukaan tanah. Menurut warga, semestinya pondasi beton ditanam pada kedalaman sekitar satu meter.

Salah satu warga Desa Ulatan, Agus, memprotes kedalaman galian pondasi yang dianggap tidak sesuai spesifikasi. Ia menjelaskan, pada awal pekerjaan, excavator sempat digunakan untuk menggali tanah sedalam satu meter, namun galian itu kembali tertimbun pasir akibat air pasang sehingga pekerja melanjutkan penggalian secara manual.
“Soal kedalaman toporan pekerjaannya tidak memiliki kedalaman yang seharusnya 1 meter. Memang pada awalnya saat dikerja excavator dalam galian toporan 1 meter. Sekarang setelah tertimbun pasir ombak, digali secara manual hanya kisaran 40 cm lagi kedalamannya,” ujarnya saat ditemui di lokasi proyek, Minggu (30/11/2025).
Agus menilai kondisi tersebut menyebabkan ombak kuat menerjang tanggul dan membuat air laut masuk dari celah bawah bangunan. Ia mengaku khawatir jika kondisi ini dibiarkan, struktur tanggul semakin melemah dan dapat mengancam rumah warga di pesisir.
“Kalau dampaknya belum ada, cuma risikonya sudah kelihatan karena sudah bocor dari atas dan tembus air laut ke dalam,” katanya sambil menunjukkan bagian bangunan yang bocor.
Ia menambahkan, secara umum konstruksi tanggul memang terlihat cukup baik, namun menurutnya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki karena pekerjaan terkesan dilakukan asal-asalan. Agus juga menyoroti keterlibatan warga lokal yang sangat minim dalam pekerjaan tersebut.
“Pekerja atau masyarakat setempat memang dilibatkan, tapi hanya sebagai buruh. Sekitar satu atau dua orang saja, pekerja dominan dari luar,” ungkapnya.
Pelaksana Kontraktor dari CV Trini Karya Perdana, Ramadhan, menuturkan bahwa penggunaan excavator sebenarnya tidak tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Ia mengatakan, sebelum proyek dimulai, pihaknya mengikuti rapat bersama Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda) Sulteng, yang menyarankan agar pekerjaan penggalian dilakukan secara manual melalui program pemberdayaan masyarakat miskin (Padungku).
“Kalau di RAB galian manual tidak ada gali alat. Cuman sebelum kita terjun ke proyek ini, saat rapat di dinas, pihak dinas bilang tidak boleh pakai alat karena ada program dari Bappeda untuk melibatkan masyarakat miskin. Jadi dimanfaatkan mereka untuk menggali,” jelasnya.
Meski demikian, Ramadhan mengaku pimpinannya tetap menginstruksikan penggunaan alat berat untuk menggali elevasi dasar tanggul. Namun ketika galian tertimbun kembali akibat ombak, warga dilibatkan menggali secara manual.
“Tadinya dinas bilang tidak bisa pakai alat, tapi bos kami tetap minta pakai alat, karena kasihan juga kalau hanya tenaga manusia,” tambahnya.

Menanggapi keluhan warga terkait kaki beton yang tampak di permukaan, Ramadhan menyebut kondisi itu terjadi karena galian yang sedalam satu meter kembali tertimbun pasir akibat hantaman ombak sekitar 70 cm. Sehingga sisa galian hanya 30 cm dan harus dibersihkan secara manual.
“Karena dihantam ombak, galian tertimbun kembali sekitar 70 cm. Jadi dari 1 meter galian, tinggal 30 cm yang tersisa. Itu yang kita gali manual sepanjang area kerja,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa kaki beton sebenarnya telah ditanam sesuai galian, namun pasir yang tergerus ombak membuat bagian tersebut tampak muncul ke permukaan.
“Saat kita akan melakukan pengecoran toporan 50 cm, tertimbun lagi oleh pasir yang dibawa ombak. Pasir di atas ini terbawa ke laut, jadi toporan itu jadi timbul,” jelasnya.
Meski demikian, Ramadhan menjamin struktur bangunan tetap aman dan meyakini air pasang yang menyebabkan kondisi tersebut hanya terjadi pada periode tertentu.
“Bangunan tanggul tetap aman karena air pasang hanya terjadi di bulan 12 ini. Di bulan berikutnya tidak ada lagi,” kata Ramadhan.
Pihak CV Trini Karya Perdana memastikan perbaikan terhadap retakan dan kebocoran pada tanggul akan dilakukan pada Senin, 1 Desember 2025.
“Untuk retakan pada bangunan tanggul itu akan kami antisipasi besok. Kami akan membuat adonan khusus, lalu memasukkannya kembali sebagai air semen pada bagian yang retak. Setelah itu, di bagian atas akan kami sambungkan besi untuk pengecoran lanjutan,” jelasnya.
Ia mengaku saaat ini pembangungunan tanggul pengaman pantai di Desa Ulatan telah mencapai 80 persen.
Ramadhan mengatakan dalam pelaksanaan proyek ini, pihaknya banyak melibatkan masyarakat lokal menjadi pekerja.
“Jadi yang kerja orang jawa itu 6 orang sedangkan masyarakat lokal ada 14 orang, semua pekerja ada 20 orang,” ucapnya.
Ia menambahkan, penanganan kebocoran juga dilakukan bersamaan.
“Untuk bocorannya, besok akan kami cor kembali. Bagian depannya akan kami gali terlebih dahulu, kemudian ditambah lagi corannya agar air tidak masuk dari bawah,” pungkasnya.
Baca jugaa : Remaja Diduga Tersengat Listrik di Wahana Hoya Hoya, Massa Mengamuk






